Senin, 07 November 2011

Menyambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna


Sebentar lagi Hari Raya Idul Adha akan tiba. Suara takbir dan tahmid pun akan terdengar merdu dan indah dari berbagai pelosok nusantara sampai belahan dunia sebagai pernyataan dan pengakuan terhadap keagungan Allah SWT. Takbir yang diucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti, tetapi merupakan pengakuan dari dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Paginya seluruh Umat Islam di penjuru dunia berbondong-bondong untuk melaksanakan dua rakaat shalat sunah, yaitu shalat Id. Yang kemudian akan dilanjutkan dengan acara silaturahim antar sanak-famili dan handai taulan.

Suasana yang dirasakan pada hari raya Idul Adha tentunya berbeda dengan perayaan hari raya Idul Fitri yang kita rayakan sebelumnya. Perbedaannya itu adalah karena Idul Adha memiliki nilai historis yang begitu mendalam. Idul Adha atau yang sering kita kenal dengan Idul Kurban, mengingatkan kepada kita bagaimana proses perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Allah Ibrahim as. Dimana nabi Ibrahim mendapatkan wahyu untuk menyembelih putranya sendiri, yang bernama Ismail as, putra yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Di sinilah nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati yang dicintainya, sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena ketakwaan dan kecintaan nya kepada sang Kholiq melebihi segalanya, maka perintah tersebut beliau laksanakan juga, walau pada akhirnya nabi Ismail as digantikan dengan seekor hewan kurban.

Dari sini kita mendapatkan pelajaran yang sangat bermakna bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia dan di akhirat nanti kita harus rela berkorban. Makna berkorban adalah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan kepada orang lain, meskipun harus menderita. Orang lain itu bisa anak, orang tua, keluarga, saudara sebangsa dan setanah air. Ada pula pengorbanan yang ditunjukkan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan yang tinggi nilainya sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabiyulloh Ibrahim as sehingga beliau mendapatkan predikat Kholilulloh (kekasih Allah SWT), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah SWT. Ini sesuai dengan firman Allah SWT :

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran : 92).

Peristiwa di atas adalah menjadi titik awal dianjurkannya perintah untuk berkurban bagi umat Islam, terutama bagi orang yang mampu. Maka dengan adanya perintah berkurban tersebut, kita sebagai umat muslim dituntut untuk tidak hanya melaksanakan ritual keagamaan semata, atau tidak hanya sekedar melaksanakan perintah Tuhan, akan tetapi kita juga diberi kesempatan untuk memanifestasikan rasa solidaritas kita kepada sesama. Dengan cara membagi-bagikan daging kurban kepada fakir miskin dan kaum dhuafa di sekitar tempat tinggal kita. Artinya daging kurban tersebut tidak hanya dinikmati oleh saudara atau orang terdekatnya saja. tetapi benar-benar dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan. Orang yang sehari-harinya makan daging adalah makanan yang langka bagi mereka.

Idul Adha yang menjadi momentum sejarah telah mengajak umat Islam kepada pola kehidupan sosial yang agamis dengan membangun kekuatan spritualitas diri yang tinggi yang terbentuk dalam bentuk pengabdian yang tulus akan perintah-perintah Allah swt, demi kemaslahatan dan kebersamaan di antara umat Islam.

Di sisi lain sejarah Hari Raya Kurban juga mengingatkan kepada kita Bahwa kehidupan ini tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita. Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( mata’u al ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman :

Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al Hadid: 20)

Tetapi perlu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air. Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang di kemudian hari akan diikuti berjuta –juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan kambing. Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah : 216)

Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan tawakal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri.

Selamat menyambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna 1432 H.

Senin, 17 Oktober 2011

MEMBANGUN KONSEP DIRI ANAK

Setiap orang tua pasti mengharapkan anaknya pintar, cerdas, dan mampu menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah dengan baik, sukur-sukur rangking satu. Harapan inilah yang menyebabkan orang tua berlomba-lomba memfasilitasi berbagai macam keperluan anak, termasuk les privat berbagai macam. Harapannya agar anak menjadi siswa seperti yang diharapkan. Meskipun sudah dileskan berbagai macam pelajaran, masih banyak anak yang berprestasi rendah padahal berdasarkan tes inteligensi (IQ) anak termasuk berIQ rata-rata bahkan superior (lebih besar dari 110 skala Weschler).

Berdasarkan hasil penelitian Yumil Achir (dalam Utami Munandar, 2004) sekitar 39 % siswa berbakat di Jakarta memperoleh nilai di bawah rata-rata. Bahkan dari hasil penelitian di Amerika Serikat diperkirakan antara 15 – 50 persen anak berbakat berprestasi kurang (underachiever). Pertanyaannya adalah "mengapa anak berprestasi di bawah kemampuannya?"

Banyak teori untuk menjelaskan kenapa anak berprestasi di bawah potensinya (uncerachiever). Menurut Utami Munandar (2004), salah satu penyebabnya adalah latar belakang seorang, yang menyangkut rasa harga diri yang rendah. Rasa harga diri yang rendah adalah ketidakpercayaan atas kemampuan yang dimiliki. Mereka tidak percaya bahwa mereka mampu melakukan apa yang diharapkan orang tua dan guru dari mereka. Untuk menutupi rasa harga diri mereka, biasanya dengan perilaku berani dan menentang atau dengan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri. Misalnya dengan menyalahkan sekolah atau guru atau dengan menyatakan tidak peduli atau tidak berusaha dengan sungguh-sungguh jika prestasi mereka kurang memuaskan.

Sering kita mendengar anak mengatakan "matematika memang susah", hal ini karena berkaitan dengan rasa harga diri yang rendah sehingga untuk menutupi kegagalan mereka menyalahkan pelajaran matematika atau gurunya. Menyalahkan pelajaran atau guru merupakan mekanisme anak untuk menghindari tanggung jawab untuk berprestasi.

Menurut Adi W. Gunawan (2004), harga diri yang rendah merupakan bagian dari konsep diri yang rendah. Apakah Konsep diri itu ? Konsep diri terdiri dari tiga komponen yaitu diri ideal (self ideal), citra diri (self image), dan harga diri (self esteem).


DIRI IDEAL (SELF IDEAL)

Sering kita mendengar atau menyaksikan anak meniru-niru gerakan pahlawan kartun semisal spiderman, batman, superman, power ranger, dll. Apa yang sering kita lihat dari perilaku meniru pahlawan kartun oleh anak pada dasarnya adalah proses pembentukan diri ideal. Anak melihat para pahlawan tersebut menunjukkan keberanian, rasa cinta kasih, ketabahan, ketekunan, kesabaran, integritas, kejujuran, dan masih banyak karakter positif lainnya. Secara tidak sadar anak sedang membentuk diri ideal yaitu ingin menjadi pahlawan kartun tersebut.

Menurut Adi W Gunawan (2004), diri ideal menentukan sebagian besar arah hidup kita. Diri ideal menentukan arah perkembangan diri dan pertumbuhan karakter serta kepribadian. Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas dan ciri kepribadian orang yang sangat kita kagumi. Diri ideal merupakan gambaran dari sosok seseorang yang sangat kita inginkan jika kita bisa menjadi orang itu.

Bila tidak hati-hati untuk membentuk atau memilih diri ideal secara sadar, kita akan cenderung menetapkan seseorang untuk menjadi diri ideal kita. Kita bisa melihat hal itu pada banyak kasus anak-anak. Ketika orang tua tidak dapat menampilkan sikap dan perbuatan yang ideal, jangan salahkan anak ketika menginginkan diri ideal pada tokoh-tokoh kartun, bintang film, penyanyi, dll. Celakanya, tokoh yang diidealkan anak banyak yang mempunyai masalah sosial seperti narkoba, minuman keras, perbuatan kriminal, dll. Bahkan film kartunpun banyak mempertontonkan kekerasan dan kesadisan. Berapa banyak anak yang bertindak agresif hanya gara-gara mencontoh tokoh idolanya di film kartun.

Pada anak kecil yang masih belum mengerti, orang tua sebaiknya sangat hati-hati dalam menetapkan diri ideal untuk anak. Banyak orang tua yang terlalu berambisi, yang akhirnya menyengsarakan anak karena menetapkan diri ideal yang terlalu sulit untuk dicapai oleh anak. Sebagai contoh, orang tua menuntut anak untuk selalu mendapatkan nilai 100 dalam setiap ulangan/tes dan jika tidak mencapainya anak akan dihukum. Ini adalah konsep diri ideal yang terlalu sulit dicapai oleh anak.


CITRA DIRI (SELF IMAGE)

Banyak anak merasa bahwa dirinya sangat "bodoh" untuk mengikuti pelajaran di kelas. Mereka mengeluhkan pelajaran yang sulit dimengerti seperti matematika, sulit menghafal seperti IPA, IPS dan PKn, serta berbagai macam kesulitan pelajaran yang lain. Berawal dari kesulitan ini lama-lama anak tidak menyukai pelajaran tertentu. Biasanya nilai pelajaran tersebut di bawah standar. Perasaan "bodoh" semakin melekat jika anak mendapat label "bodoh" dari lingkungan (orang tua, guru, teman, dan saudara). Akhirnya, anak akan merasa yakin bahwa dirinya memang "bodoh". Dalam hal ini anak mempunyai citra diri yang negatif yaitu merasa dirinya "bodoh".

Citra diri adalah cara kita melihat diri kita sendiri dan berpikir mengenai diri kita sekarang saat ini. Citra diri sering disebut sebagai "cermin diri". Kita akan senantiasa melihat ke dalam cermin ini untuk mengetahui bagaimana kita harus bertindak atau berlaku pada suatu keadaan tertentu. Kita akan selalu bertindak dan bersikap sesuai dengan gambar yang muncul pada cermin diri kita (Adi W Gunawan, 2004).

Misalnya bila anak melihat dirinya di dalam cermin diri sebagai orang yang percaya diri, tenang, dan mampu belajar dengan baik, maka setiap kali belajar anak akan merasa percaya diri, tenang dan mampu, serta akan selalu positif dan gembira. Pada akhirnya anak akan berprestasi dan mendapatkan hasil yang luar biasa. Jika ternyata karena suatu hal anak tidak berhasil (mendapat nilai jelek), ia akan mengabaikan kegagalan tersebut dan menganggap hanya suatu kondisi yang bersifat sementara karena ia nantinya pasti akan berhasil. Ini disebabkan citra diri anak sangat jelas

Perubahan atau peningkatan konsep diri yang paling cepat akan terjadi bila anak mengubah citra dirinya. Saat anak melihat dirinya dengan cara yang berbeda, ia akan bertindak dengan cara berbeda. Bila anak bertindak berbeda, ia akan merasa berbeda. Karena anak bertindak dan merasa berbeda, ia akan mendapatkan hasil yang berbeda.


HARGA DIRI (SELF ESTEEM)

Budi merasa dirinya paling "bodoh" di kelas karena nilainya selalu jelek. Atik merasa minder karena kulitnya hitam dan hidungnya "pesek". Anto malu bergaul dengan teman-temanya karena ia berasal dari keluarga miskin (bapaknya seorang penjual koran). Beberapa contoh di atas adalah konsep harga diri yang rendah. Padahal kalau di lihat lebih jauh, meskipun nilai pelajaran Budi selalu jelek tapi Budi jago bermain bola. Atik memang berkulit hitam, tapi ia anak yang rajin dan disiplin. Ia tidak pernah terlambat datang ke sekolah. Meskipun Anto dari keluarga miskin, tapi Anto adalah anak yang pintar karena ia selalu rangkin satu.

Contoh di atas merupakan konsep harga diri yang rendah. Harga diri didefinisikan sebagai seberapa suka kita terhadap diri kita sendiri. Semakin kita menyukai diri kita, menerima diri kita, dan hormat pada diri kita sendiri sebagai seorang yang berharga dan bermakna, semakin tinggi harga diri kita. Semakin kita merasa sebagai manusia yang berharga, kita akan semakin positif dan bahagia.

Harga diri akan menentukan semangat, antusiasme, dan motivasi diri. Harga diri adalah penentu prestasi dan keberhasilan kita. Orang dengan harga diri yang tinggi memiliki kekuatan pribadi yang luar biasa besar dan dapat berhasil melakukan apa saja di dalam hidupnya. Banyak contoh disekeliling kita yang dapat kita jadikan contoh betapa luar biasanya nilai harga diri. Kalau kita melihat Tika Pengabean (artis, P. Projek, MC), jika ia mempunyai harga diri yang negatif seperti selalu menyesali badannya yang tambun (baca gemuk) dan wajahnya yang "tidak cantik", dipastikan ia tidak akan berhasil seperti sekarang.

Sekitar awal abad ke-20 kita mengenal seorang anak manusia bernama Helen keller. Sejak lahir ia buta, bisu, tuli, dan mempunyai masalah dengan perilaku. Semua orang menggap Hellen tidak punya masa depan, tetapi sang guru berpendapat lain. Hellen adalah anak yang cerdas meskipun ia buta, bisu dan tuli. Berkat ketekunan gurunya yang membangkitkan harga dirinya, ia mampu kuliah di Universitas ternama di AS. Prestasi akademiknya mampu melampaui mahasiswa yang normal. Pada saat mahasiswa yang lain tidur terlelap dalam dekapan malam, ia dengan dibantu pendampingnya sibuk membaca buku-buku teks yang menggunakan huruf braile sampai jari-jarinya terasa perih. Hellen Keller yang buta, bisu dan tuli menjadi pembicara terkenal di dunia dan menulis banyak buku. Cerita hidupnya menginspirasi jutaan orang yang buta, tuli dan bisu diseluruh dunia. Inilah motivasi luar biasa yang dihasilkan dari harga diri yang tinggi.


KESIMPULAN

Jadi, dalam konteks anak, diri ideal adalah orang/tokoh yang oleh anak sangat ingin menjadi di suatu waktu di masa depan. Diri ideal menentukan arah hidup, pertumbuhan, dan evolusi diri anak. Citra diri adalah cara anak melihat dirinya sendiri dan menentukan prestasinya di masa sekarang. Harga diri anak ditentukan oleh hubungan antara diri ideal dan citra dirinya.

Harga diri yang tinggi adalah dasar dari sebuah konsep diri yang positif dan merupakan unsur penting untuk mencapai keberhasilan. Semakin anak menyukai dan menghargai dirinya sendiri, ia akan semakin baik dalam mengerjakan sesuatu.

Orang tua yang mempunyai masalah dengan prestasi anak, mulai sekarang sebaiknya mulai merenungkan tentang hal ini. Sudahkan anak kita mempunyai konsep diri yang positif? Atau malah anak kita mempunyai konsep diri yang negative?.


SUMBER :

Gunawan, Adi W. 2004. Genius Learning Strategy, Petunjuk praktis untuk menerapkan Accelerated Learning. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Guru wajib mumpuni TIK ?

Berdasarkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen telah diputuskan bahwa setiap Guru (harus) dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.


Namun pada kenyataannya masih banyak guru-guru khususnya yang berada di marjin perkotaan dan pedesaan belum menguasai, apalagi memanfaatkan TIK secara utuh di dalam proses belajar mengajar. Sejumlah kendala infrastruktur jaringan listrik dan telekomunikasi merintangi akses guru ke TIK.


Disisi lain sejumlah persepsi perlu diluruskan, bahwa TIK tidaklah semata-mata Komputer dan Internet-nya, tetap juga media informasi seperti radio dan televisi serta media komunikasi seperti telepon maupun telepon seluler dengan SMS, MMS, Music Player, Video Player, Kamera Foto Digital, dan Kamera Video Digital-nya serta e- Book Reader-nya.


Hal tersebut harus disikapi para Guru dengan aktif mengikuti pelatihan - pelatihan TIK atau dengan latihan sendiri menggunakan modul - modul yang banyak sekali ditemukan di Internet. Tapi kesemuanya itu tidaklah mungkin bisa tercapai jika sarana dan fasilitas internet di Sekolah kurang memadai.


Apalagi kondisi komputer yang tidak Standar, Tidak bisa dipungkiri, keberadaan komputer saat ini bukan lagi merupakan barang mewah, Alat ini sudah digunakan di berbagai bidang pekerjaan, termasuk dalam dunia pendidikan.

Pengenalan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), diharapkan dapat membuat perubahan pesat dalam kehidupan yang mengalami penambahan dan perubahan dalam penggunaan beragam produk TIK.

Melalui perangkat *Teknologi Informasi dan Komunikasi *, kita bisa mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar informasi secara efisien dan efektif. TIK akan memudahkan kita, mendapatkan ide dengan cepat dan bertukar pengalaman dari berbagai kalangan.

Dengan demikian, diharapkan dapat mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga kita dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan dimana penggunaan TIK secara tepat dan optimal, termasuk implikasinya saat ini dan di masa yang akan datang.

Teknologi Informasi dan Komunikasi mencakup dua aspek, yaitu Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi. Teknologi Informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi .

Sedangkan Teknologi Komunikasi merupakan segala hal yang berkaitandengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.

Oleh karena itu, Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar media .

Secara khusus, tujuan mempelajari Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah:

1. Menyadarkan kita akan potensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus berubah sehingga termotivasi untuk mengevaluasi dan mempelajari teknologi ini sebagai dasar untuk belajar sepanjang hayat.

2. Memotivasi kemampuan kita agar bisa beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan TIK, sehingga bisa melaksanakan dan menjalani aktifitas kehidupan sehari hari secaramandiri dan lebih percaya diri.

3. Mengembangkan kompetensi kita dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mendukung kegiatan belajar, bekerja , dan berbagai aktifitas dalam kehidupan sehari hari.

4. Mengembangkan kemampuan belajar berbasis TIK, sehingga proses pembelajaran dapat lebih optimal, menarik, dan mendorong kita lebih terampil dalam berkomunikasi, terampil mengorganisasi informasi, dan terbiasa bekerjasama.Mengembangkan kemampuan belajar mandiri, berinisiatif, inovatif , kreatif, dan bertanggung jawab dalam penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk pembelajaran, bekerja, dan pemecahan masalah sehari hari.

Saat ini Depdiknas mempunyai program pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara besar besaran. Ada tiga posisi penting Depdiknas dalam program pengembangan TIK, yaitu:

1, Bidang kejuruan, TIK menjadi salah satu jurusan di SMK.
pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi secara besar besaran. Ada tiga posisi penting Depdiknas dalam program pengembangan TIK, yaitu: Pengembangan TIK secara teknis baik hardware dan software masuk dalam kurikum pendidikan. Dibentuknya ICT center di seluruh Indonesia. Untuk menghubungkan sekolah sekolah di sekitar ICT center dibangun WAN (Wireless Area Network) Kota.

2. Pustekkom, sebagai salah satu ujung tombak dalam pengembangan pendidikan interaktif, E learning dan E SMA. Program ini bertujuan untuk mempersempit jurang perbedaan kualitas pendidikan antara kota besar dengan daerah.

3. Jardiknas (Jejaring Pendidikan Nasional), bertujuan untuk mengintegrasikan kedua program di atas agar terbentuk sebuah jaringan yang menghubungkan semua sekolah di Indonesia. Sehingga diperkirakan di masa depan semua sekolah di Indonesia akan terkoneksi dengan internet .

Melihat program yang diadakan oleh Depdiknas kita bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena bersifat terbuka. Salah satunya adalah TOT yang diadalan oleh BPTIKP Jateng , untuk info lebih lanjut silahkan buka saja website BPTIKP Jateng

ref : BPTIKP - Jateng
anneahira

Minggu, 02 Oktober 2011

PELATIHAN SETIR MOBIL


SMK kita telah membuka pelatihan setir mobil , yang diharapkan lulusan SMK ada keterampilan tambahan yaitu bisa menyetir mobil.
Biaya pelatihan setir adalah Rp. 15.000,- , , itu per apa ? dapat fasilitas apa ? dan materinya apa ? yang berminat silahkan hubungi :
1. Bp. SUJADI
2. Bp. ROZIKIN
3. Bp. AHMAD SOLEH